Definisi Karate

Karate berasal dari pengucapan dalam bahasa Okinawa “kara” yang berarti Cina dan “te” yang berarti tangan. Selanjutnya arti dari dua pengucapan itu adalah tangan Cina, teknik Cina, tinju Cina. Selanjutnya sekitar tahun 1931 Gichin Funakoshi – dikenal sebagai Bapak Karate Moderen – mengubah istilah karate ke dalam huruf kanji Jepang yang terdengar lebih baik.

Tahun 1936 buku Karate-do Kyohan diterbitkan Funakoshi telah menggunakan istilah karate dalam huruf kanji Jepang. Dalam pertemuan bersama para master di Okinawa makna yang sama diambil. Dan sejak saat itu istilah “karate” dengan huruf kanji berbeda namun pengucapan dan makna yang sama digunakan sampai sekarang.

Saat ini istilah karate berasal dari dua kata dalam huruf kanji “kara” yang bermakna kosong dan “te” yang berarti tangan. Karate berarti sebuah seni bela diri yang memungkinkan seseorang mempertahankan diri tanpa senjata.

Menurut Gichin Funakoshi karate mempunyai banyak arti yang lebih condong kepada hal yang bersifat filsafat. Istilah “kara” dalam karate bisa pula disamakan seperti cermin bersih yang tanpa cela yang mampu menampilkan bayangan benda yang dipantulkannya sebagaimana aslinya. Ini berarti orang yang belajar karate harus membersihkan dirinya dari keinginan dan pikiran jahat.

Selanjutnya Gichin Funakoshi menjelaskan makna kata “kara” pada karate mengarah kepada sifat kejujuran, rendah hati dari seseorang. Walaupun demikian sifat kesatria tetap tertanam dalam kerendahan hatinya, demi keadilan berani maju sekalipun berjuta lawan tengah menunggu.
Demikianlah makna yang terkandung dalam karate. Karena itulah seseorang yang belajar karate sepantasnya tidak hanya memperhatikan sisi teknik dan fisik, melainkan juga memperhatikan sisi mental yang sama pentingnya. Seiring usia yang terus bertambah, kondisi fisik akan terus menurun. Namun kondisi mental seorang karateka yang diperoleh lewat latihan yang lama akan membentuk kesempurnaan karakter. Akhiran kata “Do” pada karate-do memiliki makna jalan atau arah. Suatu filosofi yang diadopsi tidak hanya oleh karate tapi kebanyakan seni bela diri Jepang dewasa ini (Kendo, Judo, Kyudo, Aikido, dll)

[+/-] Selengkapnya...

Antara Kobudo & Karate

Harus diakui bahwa Okinawa (Ryukyu) mempunyai keindahan baik alam dan budaya. Tidak mengherankan jika Okinawa menjadi aset unggulan Jepang yang terus dipelihara. Jika ingin berkunjung ke Jepang tidak salah jika Okinawa dijadikan prioritas. Sebagai tempat asal karate, Okinawa ternyata juga mempunyai sisi lain dalam dunia bela diri.

Friday, September 26, 2008
Harus diakui bahwa Okinawa (Ryukyu) mempunyai keindahan baik alam dan budaya. Tidak mengherankan jika Okinawa menjadi aset unggulan Jepang yang terus dipelihara. Jika ingin berkunjung ke Jepang tidak salah jika Okinawa dijadikan prioritas. Sebagai tempat asal karate, Okinawa ternyata juga mempunyai sisi lain dalam dunia bela diri. Dari pulau kecil itu ternyata ada bela diri lain disamping karate yaitu kobudo (atau sebelumnya kobutsu). Kobudo berlawanan dengan karate karena menggunakan beragam senjata. Istilah “kobu” dapat ditafsirkan kuno atau lama. Tidak mengherankan karena kobudo memang mempunyai sejarah yang justru lebih tua daripada karate. Meskipun menyandang makna “kuno” bukan berarti kobudo ketinggalan jaman. Sebaliknya, kobudo tetap dipertahankan hingga kini sebagai warisan leluhur. Sayangnya sejarah pasti kobudo sulit diungkap karena banyak fakta yang hilang. Apalagi banyak dokumen yang berhubungan telah hancur dalam Perang Dunia II. Meskipun dari arti namanya saling bertolak belakang, antara kobudo dan karate ternyata masih berhubungan erat.

Sekitar abad ke-12 penguasa lokal yang disebut Aji menjalankan kekuasaannya dari benteng yang berdiri di atas tanah kekuasaan mereka (gusuku). Di kemudian hari pemerintahannya ternyata mengalami perpecahan hingga Ryukyu terbagi menjadi tiga kerajaan yang independen. Ketiganya ingin menunjukkan dominasinya dengan saling menyerang dan berusaha menaklukkan satu sama lain. Saat itu mereka menggunakan senjata dan bela diri meski dengan gaya teknik yang tidak sekompleks sekarang. Dalam persenjataan mereka telah menggunakan senjata tradisional seperti bo (tongkat) dan alat pertanian dari logam yang telah dimodifikasi.

Tahun 1429 Ryukyu memasuki pemerintahan Raja Sho Hashi dan mengalami perubahan besar. Raja Sho merasa bahwa perang lagi tidak berguna dan hanya berakibat perpecahan. Selanjutnya muncul inisiatif darinya untuk menyatukan ketiga kerajaan itu dalam satu pemerintahan yang independen (unifikasi). Tentu saja upaya itu tidak mudah karena Raja Sho harus memerangi kedua penguasa lainnya yang jelas-jelas menolak. Setelah berhasil mengalahkan kedua pesaingnya, Raja Sho akhirnya berhasil menyatukan seluruh wilayah Ryukyu. Setelah kekuasaan Raja Sho Hashi berakhir, cita-cita itu diteruskan oleh keturunannya yaitu Sho Shin. Sebagai dukungan unifikasi dibuatlah kebijakan anti perang berupa undang-undang. Pada pokoknya kebijakan itu melarang penduduk untuk menyimpan dan menggunakan senjata untuk perang. Sebagai realisasinya seluruh senjata kemudian disita dari penduduk setempat dan dikumpulkan di satu gudang yang konon bersebelahan dengan istana Shuri.

Berakhirnya perang dan adanya undang-undang membuat Ryukyu memasuki masa damai. Banyak penduduk yang kemudian beralih pekerjaan menjadi pedagang karena Dinasti Sho membuka pintu lebar-lebar untuk pendatang dari luar. Hasilnya terjadilah pertukaran kebudayaan yang dipercaya mempengaruhi cikal bakal kemunculan karate dan kobudo dengan teknik yang lebih sistematis. Karena menggunakan kapal sebagai media transportasi, penduduk Ryukyu harus mempersenjatai diri dari serangan perompak Jepang. Meski dilarang Dinasti Sho, banyak yang percaya bahwa kobudo sebenarnya masih dilatih meski tidak dalam dojo resmi. Pendapat itu berasal dari teknik dan senjata tradisional Cina yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat setempat.

Sejarah mencatat perubahan besar dalam kobudo dan karate terjadi setelah Ryukyu dijajah oleh kelompok Satsuma tahun 1609. Akibat tidak mempunyai senjata yang memadai lagi, penduduk Ryukyu hanya mengandalkan peralatan seadanya yaitu alat pertanian dan tempurung kura-kura sebagai perisai. Tentu saja benda-benda itu tidak cukup melawan pasukan samurai berkuda yang dipersenjatai pedang. Akhirnya Ryukyu berhasil dikuasai samurai penjajah itu dan aturan larangan menggunakan senjata kembali dilanjutkan. Penduduk setempat kemudian mulai mengembangkan bela diri tangan kosong yang berguna sebagai upaya pertahanan diri. Sejak saat itulah awal karate sebagai bela diri alternatif mulai dikembangkan. Meski demikian seluruh latihan bela diri baik tangan kosong atau senjata sebenarnya masih dilatih meski rahasia. Selama 300 tahun penduduk Ryukyu masih mewariskan ke generasi berikutnya meski tanpa ada dokumen atau keterangan yang menjelaskannya.

Karate dan kobudo akhirnya berhasil muncul ke permukaan setelah Jepang memasuki Restorasi Meiji. Kedua bela diri itu akhirnya dimasukkan dalam salah satu pelajaran di sekolah. Pemerintah Ryukyu menganggapnya sebagai aset penting yang harus dipertahankan. Melalui latihan yang melelahkan, ternyata kedua bela diri tradisional itu mampu memberikan kontribusi besar baik fisik dan mental seseorang. Lebih jauh pemerintah Ryukyu yakin bahwa bela diri dapat membentuk karakter seseorang hingga mereka dapat memberikan tanggung jawab sosial yang baik. Tidak heran jika karate dan kobudo dianggap memberikan inspirasi besar ke seluruh dunia hingga kini.

Setelah Ryukyu menjadi bagian Jepang dan berganti nama menjadi Prefektur Okinawa, makin membuka jalan untuk karate dan kobudo memasuki Jepang. Hal itu baru terjadi setelah tahun 1917 pemerintah Jepang mengundang wakil Okinawa untuk memberikan sumbangan demonstrasi bela diri di Kyoto. Pemerintah Okinawa menanggapi hal itu dengan positif dan mencari orang terbaik untuk pantas sebagai wakilnya. Setelah melalui berbagai pertimbangan, ditunjuk dua orang dari disiplin bela diri yang berbeda, yaitu Gichin Funakoshi (karate) dan Shinko Matayoshi (kobudo). Funakoshi dipilih sebagai wakil karena selain mahir karate juga terpelajar. Sedangkan Matayoshi dipilih karena menguasai banyak teknik senjata hasil berlatih di Cina. Keduanya dianggap sebagai dua nama terbaik dalam bela diri Okinawa era moderen.

Shinko Matayoshi (1888-1947) dianggap sebagai salah satu nama terbaik dalam dunia kobudo Okinawa moderen. Matayoshi lahir di Naha dalam keluarga yang terpandang dan telah berlatih kobujutsu sejak usia remaja. Saat usianya menginjak 22 tahun, dirinya pergi ke Manchuria melalui utara Jepang dan bergabung dengan gerombolan penjahat berkuda hanya untuk belajar teknik senjata mereka. Hasilnya teknik berkuda dan memanah Matayoshi berbeda dengan gaya Okinawa umumnya. Setelah itu Matayoshi melanjutkan perjalanannya ke Fuchow dan Shanghai untuk belajar tinju Shaolin, akupuntur dan pengobatan herbal. Setelah belajar pada banyak ahli, Matayoshi kemudian menggabungkan seluruh teknik dan pengalamannya dalam satu silabus. Adalah Shinpo Matayoshi (1922-1997) yang kemudian mendirikan Zen Okinawa Kobudo Renmei tahun 1970. Organisasi ini dianggap sebagai salah satu organisasi pioner dalam kobudo Okinawa, karena bermaksud menyatukan seluruh praktisi kobudo dan menjaga tradisi di dalamnya.

Foto Funakoshi yang berlatih kobudo ini makin menegaskan bahwa dirinya juga menguasai tenik senjata disamping karate. Sayangnya teknik kobudo dari Funakoshi tidak banyak yang mempelajarinya.

Kobudo moderen menggunakan kuda-kuda dan pergerakan yang mirip dengan karate. Selain itu beberapa teknik kobudo juga ada dalam karate seperti tai sabaki (pergeseran badan), gerak tipu diikuti serangan dan gerakan menyerang bertahan yang bergantian. Kobudo juga menggunakan metode latihan satu macam senjata hingga berulang kali (bahkan ratusan hingga ribuan) sehingga mirip dengan latihan kihon atau kata dalam karate. Sebelum masuk ke Jepang kobudo hanya menggunakan senjata tradisional Okinawa dan beberapa diantaranya juga adaptasi dari Cina. Setelah kobudo diperkenalkan di Jepang beberapa senjata tradisional samurai seperti katana, naginata, yari (tombak), yumi dan ya (busur dan panah) juga dimasukkan. Agar tidak membingungkan, sistemnya kemudian disebut dengan Ryukyu Kobudo atau Okinawa Kobudo.

[+/-] Selengkapnya...

Berlatih Karate di Jepang

Bagaimana bentuknya latihan karate di Jepang ? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita mampir ke Japan Karate Association (JKA). JKA adalah institusi resmi karate yang diakui oleh pemerintah Jepang. Didirikan sejak bulan Mei 1949, institusi ini diakui sebagai “penjaga tertinggi tradisi karate” yang sesuai dengan semangat bushido.

Bagaimana bentuknya latihan karate di Jepang ? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita mampir ke Japan Karate Association (JKA). JKA adalah institusi resmi karate yang diakui oleh pemerintah Jepang. Didirikan sejak bulan Mei 1949, institusi ini diakui sebagai “penjaga tertinggi tradisi karate” yang sesuai dengan semangat bushido. Misinya selain menjaga tradisi karate adalah menyebarkan seni bela diri ini ke seluruh penjuru dunia. Begitu banyaknya perguruan karate didunia mengarah kepada trend karate sebagai olah raga seperti bela diri lain yang dipertandingkan di even resmi seperti olimpiade. Namun di JKA tidak mengikuti trend, karena filosofi yang mereka pegang adalah menggunakan karate sebagai jalan hidup. Pikiran, tubuh dan jiwa harus berkembang secara bersama-sama. Menggunakan karate sebagai olah raga tidak sesuai dengan semangat sejati dari seni bela diri ini dengan kata lain hanya akan meninggalkan esensi dari karate itu sendiri.

JKA sampai saat ini telah banyak menghasilkan banyak karateka terbaik di dunia Ini beberapa sebabnya: di JKA seluruh pelatih bekerja full time, tidak ada dari mereka yang bekerja sambilan sebagai guru karate (seperti kebanyakan di tanah air). Mereka memang dibayar untuk melatih dan lebih dari itu mereka adalah orang-orang yang telah terpilih menjadi instruktur. Tidak asal sabuk hitam yang bisa memenuhi posisi ini. Hasilnya teknik-teknik mereka terlihat pada setiap anak didik mereka. Dedikasi mereka adalah demi menyampaikan esensi sejati dari karate pada setiap anak didiknya.


Karate JKA memiliki teknik yang selalu dimprovisasi dan selalu diteliti. Setiap teknik karate di JKA selaku solid, bedasarkan riset dan teori berdasarkan fisik manusia. Hasilnya, teknik-teknik selalu stabil dalam gerakan yang kemudian terlihat dalam turnamen. Karate JKA memiliki akar yang kuat. JKA melatih karate aliran Shotokan, salah satu aliran terbesar di Jepang sekaligus salah satu yang tertua dan paling tradisional. Dikembangkan secara langsung turun-temurun dari aslinya melalui sejarah yang panjang dan tradisi yang besar.

JKA memberikan program pelatihan khusus instruktur. Program ini diberikan bagi karateka yang memiliki keberanian, kecakapan dan memiliki kemampuan yang lebih. Program yang melelahkan ini ditempuh selama dua tahun. Selama itu tiap peserta program ini berlatih di dojo utama JKA, dan tiap bulan wajib memberikan hasil penelitian yang spesifik sesuai dengan tema yang diberikan oleh seniornya. Mereka yang lulus dari program ini dan memenuhi persyaratan akan diterima sebagai instruktur profesional.
JKA tidak mengenal kelas berat atau sistem setengah angka. Inilah salah satu ciri khas kumite di JKA dimana umumnya aliran karate lain menerapkan angka berlipat (misalnya 3 angka untuk tendangan kearah kepala, 2 angka untuk tendangan kearah tubuh bagian tengah, 1 angka untuk segala pukulan), tapi di JKA jauh lebih ketat dimana hanya dikenal satu angka yaitu ippon. Yang berarti “Kau jatuhkan lawanmu dan menang” atau berarti penggunaan teknik yang efektif (waza-ari) tidak bergantung seberapa besarnya lawan.

JKA memfokuskan untuk berlatih karate. Tidak seperti kebanyakan organisasi karate lain yang memfokuskan pada turnamen, di JKA tidak didirikan untuk tujuan seperti yang demikian. Sekalipun bisa saja JKA bertindak sebagai sponsor suatu turnamen, namun fokus utamanya adalah tetap berlatih karate dan sebagai sebuah jalan hidup.

Bagaimana, tertarik untuk medaftarkan diri berlatih di JKA ? Anda dapat mendaftar secara individu atau berkelompok di dojo perwakilan JKA. Jika mendaftar secara individu Anda dapat menghubungi dojo perwakilan JKA yang terdekat yang akan memberikan informasi tentang dojo disekitar Anda termasuk cara pendaftaran dan biayanya – Saat ini kami belum mengetahui dojo/perguruan di Indonesia yang menjadi wakil JKA di Indonesia. Barangkali ada yang bisa bantu?- .

Jika Anda mendaftar beregu, maka seluruh pendaftaran dan segala yang bersifat afiliasi harus diketahui dan disetujui oleh dojo pusat JKA di Tokyo. Selanjutnya dojo utama JKA di Tokyo akan mereview aplikasi Anda merundingkannya bersama dojo perwakilan JKA tingkat daerah dengan dojo perwakilan tingkat nasional. Jika disetujui, Anda akan dikirim surat persetujuan dari dojo pusat JKA.

Besar biaya yang diperlukan untuk berlatih karate di dojo pusat JKA untuk umum – baik laki-laki atau perempuan – dikenakan biaya pendaftaran sebesar 10.000 yen, iuran bulanan sebesar 10.000 yen dan iuran tahunan sebesar 4.500 yen. Untuk pelajar – dari mahasiswa dan SMU – dikenakan biaya pendaftaran sebesar 10.000 yen, iuran bulanan sebesar 8.000 yen dan iuran tahunan sebesar 4.500 yen. Sedangkan untuk anak-anak – sekolah dasar & setingkat SMP - dikenakan biaya pendaftaran sebesar 10.000 yen, iuran bulanan sebesar 7.000 yen dan iuran tahunan sebesar 4.500 yen.

Selain biaya tersebut peserta latihan juga dikenakan biaya asuransi sebesar 1.400 yen untuk umum dan 450 yen untuk anak-anak. Jumlah ini belum tentu sama dengan dojo perwakilan di tiap negara. Anggota yang mendaftar sebelum tanggal 10 di bulan yang bersangkutan wajib membayar iuran bulanan penuh. Anggota yang mendaftar antara tanggal 10 s/d 20 wajib membayar iuran sebesar 4.000 yen ditambah iuran bulan berikutnya. Anggota yang mendaftar setelah tanggal 20 membayar iuran sebesar 2000 yen ditambah iuran bulan berikutnya. Jumlah ini tentu terbilang mahal bagi kita yang hidup di tanah air.


Sedangkan jadwal latihan dibagi dalam dua kategori. Senin sampai Jumat (kihon / kumite) terbagi dalam 4 sesi latihan (mulai jam 10:30 – 11:30 siang, 4:30 – 5:30 sore, 6:00 – 7:00 sore, 7:05 – 8:05 malam). Hari Sabtu khusus untuk materi kata saja yang terbagi atas 3 sesi latihan (mulai 12:00 – 1:00 siang, 4:00 – 5.30 sore, 5.30 – 7.00 sore). Sedangkan hari Minggu latihan libur.

Tiap tahun JKA selalu dikunjungi oleh anggota-anggota mereka dari luar negeri. Mereka adalah karateka yang dojonya telah diakui dan telah terdaftar sebagai dojo anggota JKA. Umumnya mereka berlatih selama beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. JKA melarang peserta latihan menginap di dojo,selain itu JKA tidak memberikan bantuan yang bersifat finansial, bertindak sebagai sponsor untuk memperoleh visa atau dokumen keimigrasian. Namun pihak JKA dengan senang hati memberikan bantuan berupa informasi tentang tempat penginapan yang murah, tempat pelayanan kesehatan, tempat perbelanjaan dan tempat-tempat penting lain yang mungkin dibutuhkan peserta latihan selama di Jepang.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang JKA anda dapat mengunjungi situs resmi mereka di http://jka.or.jp

[+/-] Selengkapnya...

SEMINAR PERWASITAN FORKI TAHUN 2009

FORKI akan kembali menggelar Seminar Perwasitan, dengan pembicara utama Ketua Dewan Wasit World Karate Federation (WKF) Tommy Morris, yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 s/d 9 Mei 2009 di Gedung Direksi Gelora Bung Karno Lti. II Jln. Pintu Satu Senayan – Jakarta. Sehubungan dengan maksud tersebut, diharapkan agar seluruh wasit nasional A FORKI diwajibkan untuk mengikuti seminar ini guna peningkatan sumber daya perwasitan nasional, mengingat seminar yang akan disajikan nanti adalah menyangkut peraturan WKF terbaru yang telah diberlakukan sejak bulan Januari 2009.

Bagi Dewan Wasit dan Wasit A Nasional FORKI yang tidak mengikuti seminar ini belum akan ditugaskan pada even-even pertandingan dalam waktu dekat ini yaitu :
Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN)tgl 15 s/d 19 Juni 2009, di Jakarta. Pekan Olahraga TNI Angkatan Darat (PORAD) tgl 15 s/d 23 Juni 2009 di Semarang. Kejuaraan Nasional Piala MENDAGRI XIII dan Piala MENDIKNAS II tanggal 30 Juli s/d 1 Agustus 2009 di Bandar Lampung.

Peserta seminar wasit dipunggut biaya perorang sebesar Rp850.000. ( Delapan ratus lima puluh ribu rupiah) untuk membiayai : Materi Seminar/Peraturan Wasit terbaru, block note, piagam penghargaan, snack dua kali setiap hari, dan penginapan di atlet floor Hotel Atlet Century Park Jakarta (dari tgl 6 sore s/d 10 Mei 2009 pagi sudah termasuk makan 3 kali sehari)

Untuk wasit Nasional A FORKI yang sudah expire dapat mengikuti seminar ini dan mengikuti ujian (renewal) oleh Dewan Wasit FORKI saat itu juga, karena pada Kejurnas Piala MENDAGRI XIII dan Piala MENDIKNAS II di Bandar Lampung tidak ada ujian Renewal untuk Wasit A.

PB. FORKI memberikan kesempatan kepada Pengprov FORKI dan Perguruan yang belum mempunyai wasit Nasional A FORKI, untuk mengutus perwakilannya masing-masing 1 orang dengan syarat yang dikirim adalah; wasit B atau Juri Nasional FORKI, Wasit/juri Nasional Perguruan atau Wasit/juri FORKI Provinsi, jika tidak memiliki wasit dengan syarat tersebut di atas, dapat mengirimkan Ketua Bidang Pembinaan atau pelatih senior dengan mandat dari Ketua Umum Perguruan atau Pengprov Pengutus. Peserta seminar sudah harus melapor kepada PB. FORKI paling lambat tanggal 5 Mei 2009, di Jakarta.

[+/-] Selengkapnya...

KEJURNAS KARATE SD, SMP, dan SMA OSN II/2009

Olahraga selain untuk menjadikan pelajar menjadi sehat sehingga dapat menuntut ilmu dengan hasil yang baik, juga baik untuk mengembangkan karakter unggul, antara lain sportifitas, bekerjasama dan semangat untuk meningkatkan prestasi. Kompetisi antara pelajar merupakan sarana untuk mengukur kemampuan psiko-motorik siswa sebagai hasil latihan selama ini. Tingginya frekuensi pelajar baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, nasional maupun internasional, mengharuskan adanya wadah untuk berkompetisi. Sarana berkompetisi sebagai upaya mencari pelajar-pelajar berprestasi untuk menggantikan seniornya di masa yang akan dating. Selain itu, karena sifatnya nasional sarana ini dapat mempererat rasa kebersamaan dan persahabatan antara anak bangsa.

Cabang olah raga karate berkembang pesat sejak awal tahun 1970-an, hingga kini baik ditingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA), membuat setiap perkumpulan karate (Dojo) di sekolah berupaya menciptakan atlit-atlit karate (Karateka) yang tangguh.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, melalui kerjasama dengn induk organisasi olahraga karate yaitu Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (PB. FORKI), Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS), sejak tahun 2005 menyelenggarakan kompetisi Karate SD, SMP, dan SMA tingkat Nasional Pada tahun 2008 untuk pertama kali kompetisi olahraga karate disertai dengan beberapa cabang olahraga lainnya, diberi nama kegiatan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN).
Pertandingan cabang olahraga Karate, SD, SMP, dan SMA dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana (Panpel) pertandingan yang ditunjuk PB. FORKI, bertanggung jawab terhadap keseluruhan pertandingan. Wasit dan Juri yang bertugas mendapat rekomendasi dari PB. FORKI. Peraturan pertandingan yang digunakan adalah peraturan pertandingan World Karate Federation (WKF) yang telah disesuaikan oleh PB. FORKI.

Jenis dan Sitim Pertandingan Tingkat Nasional
Jenis pertandingan Untuk SD Kata perorangan dan Kumite terdiri Kumite – 30 kg, + 30 kg putri, - 35 kg, + 35 kg putra, Kata perorangan putri dan putra (setiap provinsi diwakili dua karateka putri dan dua kateka putra. Untuk SMP kata perorangan putra/putri dan kumite, Kumite – 41 kg, + 41 kg putri, kumite – 45 kg, + 45 kg putra (setiap provinsi diwakili satu atlit putri dan satu atlit putra). Sedangkan untuk SMA karate dipertandingkan kata perorangan putra/putri dan kumite, teridi dari kumite – 53 kg, + 53 kg putri, dan kumite – 61 kg, + 61 kg putra (mewakili provinsi tiga atlit putri dan tiga atlit putra).
Sitim pertandingan yang diterapkan sistim eliminasi dengan refechance, jumlah dan pembagian pool ditentukan melalui rapat teknik.
Cabang Olahraga Karate O2SN SD, SMP, SMA Tahun 2009, akan dilaksankan di Jakarta, pada tanggal 15 sampai dengan 19 Juni 2009.

[+/-] Selengkapnya...

The Founders of The Four Largest Schools of Karate-Do in The World

[+/-] Selengkapnya...

Tingkatan dan Gelar Dalam Karate

Sebagai seni bela diri Jepang pada umumnya, dalam IKGA pun dibedakan dua kelompok thngkatan, masing-masing: KYU dan DAN. Secara harfiah, 'kyu' berarti level, kelas, tingkat, yang digunakan dalam tingkatan di bawah sabuk hitam. Sedangkan 'DAN' mengandung arti : tingkatan sabuk hitam, yang merupakan tingkatan lanjutan sesudah melewati tingkatan KYU. Tingkatan KYU dimulai dari yang paling rendah KYU 10 hingga yang paling tinggi KYU 1, sedangkan tingkatan DAN dimulai dari DAN 1 hingga yang paling tinggi DAN 10.


Urutan Tingkatan KYU :
A. KYU 10 : shirobi (sabuk putih)
B. KYU 9 : kiirobi (sabuk kuning)
C. KYU 8 : kiirobi (sabuk kuning)
D. KYU 7 : modoriobi (sabuk hijau)
E. KYU 6 : modoriobi (sabuk hijau)
F. KYU 5 : aiobi (sabuk biru)
G. KYU 4 : aiobi (sabuk biru)
H. KYU 3 : chaobi (sabuk coklat)
I. KYU 2 : chaobi (sabuk coklat)
J. KYU 1 : chaobi (sabuk coklat)

Urutan tingkatan DAN :
A. DAN 1 : shodan
B. DAN II : nidan
C. DAN III : sandan
D. DAN IV : yondan
E. DAN V : godan
F. DAN VI : rokdan
G. DAN VII : sichidan
H. DAN VIII : hachidan
I. DAN IX : kyudan
J. DAN X : judan


Di dalam IKGA sesuai edaran Honbu IKGA Tokyo, menggunakan sistem gelar sebagai berikut :

>> > Kyoren : pemegang DAN 3 yang bukan instruktur.
>> > Jun-shidoin : karateka pemegang DAN 2 yamg dipersiapkan menjadi pembimbing yuniornya.
>> > Shido-in (pembimbing) : karateka pemegang DAN 3 yang ikut melatih.
>> > Jokyo (asisten profesor) : karateka pemegang DAN 4 yang menjadi asisten shihan di perguruan.
>> > Sensei (guru) : instruktur mulai DAN 4 hingga DAN 10.
>> > shihan (master) : instruktur berderajat Master mulai DAN 5 hingga DAN 10, yang terdiri dari tiga kualifikasi yaitu :
a. Renshi (pelatih) : shihan yang bertingkat DAN 5. Gelar renshi sebagai simbol bahwa mereka telah mencapai tingkatan pengendalian diri yang sempurna.
b. Kyoshi (pengajar) : shihan pemegang DAN 6 serta DAN 7. Gelar kyoshi sebagai simbol
c. Hanshi (master tersenior) : shihan yang bertingkat DAN 8,9 dan 10, sebagai simbol bahwa mereka telah mencapai pengendalian spiritual.
>> > Saiko Shihan (grand master atau shihan yang tertinggi): saiko shihan ini mengepalai latihan-latihan yang berlangsung di Honbu Dojo (dojo markas besar perguruan), yang membawahi seluruh dojo-dojo lain di mancanegara.
>> > Soke : pendiri suatu aliran atau perguruan. Chojun Miyagi adalah soke dari Goju-Ryu.
>> > Kaisho : presiden suatu organisasi, termasuk organisasi seni bela diri.

[+/-] Selengkapnya...

Sejarah Karate

Sejarah GOJU-RYU mulai dengan Shihan Chojun Miyagi , yang di gelari "Fuseishutsu no kensi" (orang sakti tak ada bandingannya). Miyagi adalah murid dari Higaona Kanrio yang pernah berlatih seni bela diri di Cina (Shaolin). Master Chojun Miyagi kemudian menjadi pelatih di Okinawa dan mendirikan GOJU-RYU di Universitas Ritsumeiken. Di tempat itulah beliau bertemu dengan Gogen Yamaguchi ,yang menjadi muridnya dan kelak mendirikan GOJUKAI.

Nama GOJU-RYU ditransfer dari"Bubishi", sebuah buku kuno yang di dokumentasikan dalam arsip Cina. GOJU mengandung makna "metode menarik dan menghembuskan nafas Go (keras) dan Ju (lunak)".

Pada tahun 1950, Gogen Yamaguchi mendirikan All Japan Karate-Do Gojukai yang merupakan aliran dari GOJU-RYU, dan menjadi P residennya yang pertama. Pada tahun 1964, beliau berpartisipasi membentuk The All Japan Karate-Do Federasi. Dan tahun 1965, beliau mendirikan International Karate-Do Gojukai.

Gojukai nenggunakan logo "Kepalan Tangan Chojun Miyagi" yang digunakan oleh Gojukai versi Gogen Yamaguchi. Logo tersebut di desain ole Gogen Yamaguchi tahun 1932. Desain itu legal setelah didaftar di Jepang sebagai "trademark" pada 9 Maret 1971, dengan no Reg. 1268906 (C1:24,Specified Merchandise : Sporting Good) dan Trademark Reg. No. 1370905 (C1:21, Specified Merchandise: Accessories).

Gojukai bukan hanya mengajarkan tekhnik-tekhnik bela diri tetapi lebih dalam lagi mengajarkan kehidupan yang berbudi luhur. Badan sehat, berbudi luhur, prestasi tercapai. Oleh karena itu banyak dari tiap negara yang ingin mendalami Karate-Do Gojukai. Seperti halnya di Indonesia, Drs. Setyo Haryono juga mendalami Gojukai di Jepang dan kembali ke Indonesia, lalu janggal 15 Agustus 1967 mendirikan Karate-Do Gokujai Indonesia. Dan mulai saat itu menyebar dan berkembanglah Gojukai ke setiap daerah di Indonesia.



[+/-] Selengkapnya...

Pemahaman "Reigi", "Dojo-Kun" Serta Pengenalan Gishiki

  • Diterjemahkan dari REIGI di Honbu Dojo Tokyo Jepang.

    1. Karateka harus berusaha seoptimal mungkin untuk tidak terlambat menghadiri latihan sesuai jadwal latihan yang telah ditentukan.
    2. Jangan makan satu jam sebelum latihan.
    3. Hadir di dojo ketika kondisi Anda sedang fit, karena begitu Anda memasuki dojo, Anda harus bersiap untuk melakukan latihan seoptimal mungkin sesuai jadwal latihan. Jangan mengikuti latihan di dojo, jika Anda sementara terluka, atau terkilir atau belum sembuh dari suatu penyakit.
    4. Memasuki dojo harus menanggalkan alas kaki dan topi, tidak membawa botol minuman ke dalam dojo. Di tempat penyimpanan alas kaki ditaruh secara tertib dan teratur.
    5. Selama berada di dalam dojo dilarang merokok.
    6. Jika ada seorang karateka yang lebih senior yang berdiri di belakang Anda, maka Anda harus mempersilakan karateka yang lebih senior untuk lebih dahulu memasuki dojo.
    7. Memasuki dojo melakukan penghormatan tradisi Karate sambil mengucapkan “ONENGAISHIMASU” yang berarti “Please Help Me”, dengan jelas dan tegas.
    8. Setelah berada dalam dojo, pertama-tama harus melakukan penghormatan kepada karateka yang lebih senior, dan secara spesifik kepada para instruktur dan master (Shihan), dengan ucapan “ONENGAISHIMASU” dan dibalas dengan penghormatan yang sama.
    9. Selama di dalam dojo, harus menjaga agar “DOGI” yang dikenakan senantiasa rapid an tidak berantakan.
    10. Selama mengikuti latihan, dilarang memelihara kuku panjang, dilarang mengenakan benda-benda yang dapat membahayakan diri sendiri maupun pasangan latihan, seperti arloji tangan, cincin, gelang, kalung, dan sejenisnya.
    11. Ketika Anda dengan sangat terpaksa datang terlambat, Anda harus melapor alasan keterlambatan Anda pada pimpinan latihan, dan melakukan “JUNBI UNDO” sendiri jika session Junbi Undo sudah lewat.
    12. Selama Anda di dojo, jika Anda duduk harus dalam posisi “SEIZA” (duduk berlutut) atau “ANZA” (duduk bersila).
    13. Selama latihan berlangsung di dojo, instruktur tidak diperkenankan duduk hingga latihan berakhir.
    14. Latihan dimulai dan diakhiri dengan melaksanakan “GISHIKI” (upacara tradisi), dengan tata cara upacara sebagai berikut:
      1. Murid yang tersenior di ujung barisan memimpin upacara dengan meneriakkan aba-aba “KIOTSUKE” (siap).
      2. Murid tersenior mengaba-aba “SEIZA” untuk duduk berlutut.
      3. Pimpinan latihan (Shihan atau Sensei) mengaba-aba “MOKUSO” (mengosongkan pikiran), dan mengakhirinya dengan aba-aba “MOKUSO YAME”. Pada saat “MOKUSO”, tutup kedua mata, bernafas dalam-dalam dari perut bawah, konsentrasikan pada TANDEN (5 cm dibawah pusar) dan berusaha mengosongkan pikiran.
      1. Murid yang pimpinan upacara mengaba-aba:

- “SHOMEN NI REI” (artinya hormat ke altar Goju)

- “SHINZEN NI REI” (artinya hormat ke panji-panji kenegaraan maupun panji-panji kekaratean dan perguruan).

      1. Murid yang pimpinan upacara memimpin “DOJO-KUN”:

Yang bunyinya sebagai berikut:

Kami karateka Gojukai, senantiasa akan berlatih keras sebagai wujud terima kasih kepada:

- Soke Chojun Miyagi, Pencipta Goju-Ryu Karate-Do.

- Hanshi Gogen Yamaghuci, Pendiri Gojukai Karate-Do.

- Saiko Shihan Goshi Yamaghuci, Guru Tertinggi Kami.

- Shihan Setyo Haryono, Pendiri Gojukai Indonesia.

Janji Karate-Do Goju:

Kami merasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat mempelajari Karate-Do Goju, dan berjanji:

- Mempelajari Karate-Do hanya untuk tujuan-tujuan mulia.

- Mempelajari Karate-Do dengan semangat dan jiwa ksatria.

- Menjunjung tinggi nama baik perguruan, dalam ucapan dan tindakan.

f. Usai pembacaan “DOJO-KUN”, pimpinan upacara mengaba-aba: “IJO NI REI” (artinya; hormat kepada Dojo-Kun).

g. Pimpinan latihan membalik menghadap ke barisan para murid, dan pimpinan upacara mengaba-aba penghormatan kepada pimpinan latihan, tergantung status keinstrukturan pimpinan latihan, misalnya: SHIHAN NI REI atau SENSEI NI REI.

h. Setiap melakukan penghormatan kepada seseorang di dojo, harus mengucapkan ONENGA ISHIMASU. Tingkatan yang lebih tinggi selalu harus membalas penghormatan “KOHAI”nya.

i. Kalau yang hadir dalam “GISHIKI” (upacara) lebih dari satu Shihan, maka penghormatan awal pada Shihan yang tertinggi dan tersenior dengan aba-aba “RO-SHIHAN” (Shihan yang lebih senior) dan pada Shihan lain dengan aba-aba “WAKA-SHIHAN” (Shihan yang lebih yunior). Demikian juga kalau yang memimpin lebih dari sati Sensei, maka pada Sensei yang paling senior disebut “RO-SENSEI” dan Sensei yang lain disebut “WAKA-SENSEI”.

j. Ketika sedang latihan di dojo, dilarang berkelakar atau bercakap-cakap, kecuali di saat diberi kesempatan oleh instruktur untuk bertanya atau disaat ditanyai sesuatu oleh instruktur.

k. Ketika instruktur menyampaikan sesuatu, dengarkan baik-baik dan tenang. Jangan lupa untuk menunjukkan bahwa Anda mendengar dan memahami apa yang dikemukakannya.

l. Setiap murid seharusnya mengetahui mengetahui kondisi fisiknya, staminanya dan kekuatan fisiknya dengan baik. Jangan memaksa diri Anda melakukan sesuatu yang tidak mungkin.

m. Instruktur harus selalu mengamati kondisi fisik dari para murid. Dalam setiap pergantian session latihan, instruktur sebaiknya memberi waktu istirahat sejenak kepada para murid, waktu istirahat tergantung kondisi konkret para murid.

n. Setiap instruktur harus mengoptimalkan langkah-langkah dan segala upaya dan peringatan selama latihan berlangsung untuk menjamin keselamatan para murid dari kemungkinan cedera atau kecelakaan.

o. Lima menit sebelum latihan berakhir, lakukan JUNBI UNDO untuk pelemasan.

p. Sebelum upacara penutupan latihan, instruktur harus memberikan kesempatan bertanya kepada para murid.

[+/-] Selengkapnya...

Ikrar dan Janji Karate-Do Gojukai




Hitotsu, Jinkaku Kanseni Suto Muru Koto


Hotosu, Makoto No Michi Wo Momuru Koto

Hitotsu, Daryo Ko No Sei Shin Oyasinau Koto

Hitotsu, Reigi Wo Manzuru Koto

Hotosu, Kekki No Yu Wo Mashimuru Koto


Pertama berupaya keras untuk menyempurnakan karakter

Pertama membela jalan kebenaran
Pertama meningkatkan semangat untuk maju
Pertama menghormati prinsip-prinsip etika
Pertama melindungi diri dari godaan jahat

Kami karateka Gojukai senantiasa akan berlatih keras dan menguasai
Karate–Do Gojuryu sebagai wujud;

Terima kasih kepada:
Soke Chojun Miyagi, Sensei, Pencipta Gojuryu Karate–Do

Terima kasih kepada:
Saiko Shihan Gogen Yamaguchi, Hanshi Sensei Pendiri Gojukai Karate-Do

Terima kasih kepada:
Kaico Saiko Shihan Gossi Yamaguchi, Hanshi Sensei, Maha Guru Tertinggi kami

Terima kasih kepada:
Shihan Setyo Haryono Sensei, Pendiri Gojukai Indonesia

Kami merasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat mempelajari Karate-Do Gojuryu dan berjanji:

Mempelajari Karate-Do hanya untuk tujuan-tujuan mulia

Mempelajari Karate-Do dengan semangat dan jiwa ksatria

Menjunjung tinggi nama baik perguruan dalam ucapan dan tindakan.

[+/-] Selengkapnya...


Photobucket
Photobucket
 
Karate-Do © 2009 Template by Yagi Akihito